Rabu, 28 Mei 2014

Membangun Pariwisata Kepulauan Aru Sebagai Sektor Andalan


Oleh: Karel Ridolof Labok (KARIBO)**

Karel Ridolof Labok
**Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana, Magister Studi Pembangunan (MSP), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah.

Bicara tentang sektor andalan pembangunan Aru, pasti semua orang bicara spontan, bahwa sektor perikanan dan kelautan adalah andalan utama dan (mungkin?) terutama, penopang pembangunan berkelanjutan di Aru.
            Walau stigma ini keliru (tidak sepenuhnya benar), Tidak salah juga, jika orang bicara begitu. Memang nenek moyang Orang Aru adalah manusia bahari. Bahkan orang kebanyakan yang datang ke Aru, cenderung mengadu peruntungan hidup dengan melaut.
            Didukung ketersediaan ruang dan keahlian (life skill) masyarakat yang alami sebagai pelaut, sektor yang satu ini, tidak diragukan lagi potensinya dalam menopang pembangunan Aru selama ini. 
            Bila dicermati baik, fokus kita yang mengarah ke laut, membuat kita lupa, bahwa sektor lain yang potensial, tidak (belum) diperhatian dan dikelola baik. Bilang saja, sektor pariwisata, yang oleh daerah lain, semisal Bali, Lombok, Raja Ampat, dll., dijadikan sektor andalan dan pilar utama penopang keuangan daerah. Hal itu tidak terjadi di Aru.

            Pemda, melalui Dinas Pariwisata, belum maksimal benahi pariwisata. Seakan pembenar stigma keliru kita, bahwa lautlah satu-satunya tempat mencetak income daerah. Padahal, jika kita serius benahi sektor pariwisata dan sukses, kita pasti tercengang melihat hasilnya.
            Masyarakat bangsa-bangsa maju, yang jenuh dengan gedung pencakar langit, debu, polusi, kebisingan mesin, robotik, kesibukan dan rutinitas hidup yang kaku serta monoton, mereka bekerja keras hasilkan uang dan rela membeli mahal, suasana alami walau hanya dinikmati sekejap. Mereka ingin meninggalkan dan lupakan semua hal menjenuhkan dalam hidup mereka.
            Bagaimana tidak mahal, jika hanya untuk membeli sebuah paket wisata alam di Negara lain, seorang Amerika atau seorang Eropa harus merogoh kantongnya untuk uang sejumlah ratusan bahkan ribuan dolar. Bagi mereka, wisata alam memang menjadi sesuatu yang mahal harganya, karena mereka harus bekerja keras, dan menabung selama satu tahun atau bahkan beberapa tahun untuk memperoleh uang dan kesempatan berwisata (berlibur).
            Kebutuhan mereka terhadap wisata alam inilah yang harus kita bidik sebagai peluang bisnis wisata, karena memang, semua instrumen wisata yang mereka harapkan itu, ada tersedia di alam kita.
            Kita punya alam potensial, yakni laut, gelombang, dan pemandangan eksotis alam bawah laut yang menarik wisatawan melakukan snorkling, surfing, dan diving. Kita juga punya pantai putih yang panjangnya bermil-mil, mengelilingi Kepulauan Aru. Pantai dan pasir putih ini menarik wisatawan untuk berenang dan berjemur menikmati panas matahari, yang jarang mereka lihat di negaranya karena didominasi musim dingin.
            Kita punya bumi dengan laut luas dan hutan kecil yang kaya akan sejumlah flora/fauna endemik, misal cenderawasih, kangguru, kakatua bermacam jenis, penyu hijau (green turtle) di pulau eno, kerang mutiara alam, laba-laba tarantula tanah (selenocosmia aruana) yang kesemuanya tidak ada di belahan dunia manapun. Semuanya memiliki daya tarik luar biasa untuk dijual pada calon pelancong dari berbagai pelosok dunia.
            Hal lain yang harus dimanfaatkan optimal, adalah Kontroversi Aru akibat rencana investasi perkebunan tebu dan kelapa sawit oleh  konsorsium Menara Grup, dan Nusaina, yang telah sukses memantik perhatian serius dunia internasional terhadap Kepulauan Aru (Aru Islands).
            Hal ini menjadikan Aru dikenal dan populer di kalangan pemerhati lingkungan hidup dunia. Apalagi trend pembangunan global saat ini, adalah pelestarian alam dan lingkungan hidup.
            Popularitas Aru yang Go Internasional, terbukti dengan penetapan Kepulauan Aru sebagai World Destination of Bird Watching oleh Tim Laman di National Geography. Ini menjadikan Aru Merek Dagang Internasional, yang akan laris dijual melalui pariwisata alamnya.
            Jika demikian, apa saja strategi yang bisa kita pakai untuk memajukan sektor pariwisata kita? Jawabannya sederhana. Kita siapkan apa-apa saja yang dibutuhkan untuk menunjang pariwisata.
            Pertama, kita harus siapkan sarana transportasi reguler yang melayani rutin dan teratur, rute dari Dobo ke Tempat-tempat Wisata, agar memudahkan dan memperlancar lalulintas manusia dan barang antar tempat dan pulau, secara tepat waktu.
            Kedua, siapkan fasilitas penginapan yang dibuat dari bahan dan material lokal, dengan mengambil tema budaya lokal misal rumah yang terbuat dari kayu, gabah-gabah, dan atap rumbia, karena pelancong bosan tidur di rumah mewah, jadi sesuatu yang alami akan memberi kenyamanan bagi mereka.
            Ketiga, walau rumah penginapan sederhana, harus tersedia fasilitas lampu alam (obor), dan atau listrik dan fasilitas komunikasi serta perangkat teknologi informatika (jaringan wi-fi atau fasilitas internet), agar memudahkan wisatawan berkomunikasi dan mengakses informasi.
            Keempat, siapkan perangkat regulasi pendukung tata-kelola pariwisata, didalamnya diatur tentang hak dan kewajiban, serta sanksi-sanksi, dan atau norma-norma yang mengatur keselarasan hidup alam dan manusia. Karena wisatawan butuh tenang, aman, damai, tenteram dan kepastian hukum.
            Hal paling penting adalah semua pihak pemangku kepentingan, harus saling mendukung dalam promosi yang bombastis, tapi tidak menipu.
            Saatnya, Aru punya Perda tentang Terumbu Karang, Cenderawasih dan berbagai satwa serta flora fauna, Pelanjutan proteksi wilayah cagar alam laut di pulau eno, dan karan, serta Perda tentang Pariwisata secara holistik.
            Saya yakin dan percaya, jika dilakukan secara baik, sukses besar menanti dalam mendorong income untuk Pembangunan Daerah. Kampanyekan: “SAVE FANAN.”

Tidak ada komentar:

KAREL RIDOLOF LABOK (KARIBO). Diberdayakan oleh Blogger.

FOTO FACEBOOK