Sabtu, 02 Januari 2016

SETAHUN, GIE EKSPORT 3 JUTA BUTIR MUTIARA

SCREENSHOT TAMPILAN BERITA KORAN JAR GARIA DI http://beritajargaria.blogspot.co.id (Editor Karibo)
Sumber : Koran Info Baru, Edisi Rabu 5 September 2012
 
Pajak dan Tanggungjawab Sosial Dipertanyakan

ARUISLANDSnews.- Predikat sebagai raja mutiara dunia kini disandang Robert Sukendi alias Gie. Dominasi ekspor mutiara yang tadinya dikuasai Australia kini telah dikalahkan pengusaha asal Tual (Maluku Tenggara) keturunan Tionghoa ini. Gie mampu menembus pasar global dengan mengekspor lebih dari 3 juta butir mutiara setiap tahunnya. “Tadinya ekspor mutiara dunia dikuasai oleh Australia dengan volume 3 juta butir mutiara setiap tahun. Saat ini Pak Gie sudah mengalahkan ekspor mutiara Australia dengan volume ekspor lebih besar dari Australia,” kata sumber koran ini di Ambon.

Sumber yang pernah bekerja di perusahaan milik Gie itu enggan menyebut berapa volume kuantitas ekspor Gie ke pasar dunia. Gie memulai bisnis budidaya mutiara sejak tahun 1970 yang dilakukannya di Pulau Kenari, sebuah pulau terpencil di Kepulauan Aru. Tahun 1990-an, Gie mulai melebarkan sayap perusahaannya ke daerah lain dan membuka cabang di sejumlah provinsi di Indonesia Timur, diantaranya Nusa Tenggara Barat, Papua Barat, dan Maluku Utara.

Bila benar saat ini volume ekspor mutiara milik Gie melebihi jumlah 3 juta bulir mutiara setiap tahun, maka bila dihitung dengan harga mutiara dunia yang berkisar USD 16 per gram, dikalikan dengan tiga juta mutiara dengan berat rata-rata minimal 1 gram per mutiara maka keuntungan yang diperoleh Gie per tahun mencapai Rp.460,8 miliar.

Berdasarkan data resmi, omzet Gie justru tidak mencapai angka minimal tersebut. Gie dalam setahun menyebutkan omzet yang diperolehnya hanya USD 16 juta atau Rp.136 miliar. Ada dugaan kuat, nilai pendapatan dari ekspor mutiara ini sengaja direkayasa untuk menghindari pajak pertambahan nilai (PPN) dari ekspor yang dilakukan.

Direktur Jenderal Pengelolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Nikijuluw kepada media di Jakarta pernah menyebutkan ekspor mutiara Indonesia tahun 2011 bisa mencapai 7 ton dengan nilai sekitar USD 36 juta hingga USD 40 juta yang bila dikurskan ke rupiah mencapai angka fantastik Rp.345,6 miliar hingga Rp.384 miliar.

Menanggapi hal ini, Direktur Indonesia Corporate Social Responbility (CSR) Development, Arista Junaidi, mengatakan, Gie melalui perusahaannya harus transparan terhadap pendapatan perusahaan dari hasil eksplorasi mutiara di Kepulauan Aru maupun perusahaan miliknya yang kini telah membuka cabang di provinsi lain di Indonesia.

“Karena problemnya pajak, maka perusahaan milik Gie harus transparan dan secara jujur mengungkapkan keuntungan perusahaannya kepada pemerintah,” tegas Arista.

Menurutnya, pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi juga harus mengambil sikap serius terhadap operasional perusahaan Gie yang telah meraih untung besar dengan mengambil sumberdaya lokal di Maluku.

“Pemda juga bisa mengambil pajak penghasilan dari keuntungan itu untuk menjadi pendapatan asli daerah, sepanjang diatur dengan regulasi tingkat lokal dalam bentuk Perda (peraturan daerah) di kabupaten maupun provinsi,” katanya.

Arista juga mempertanyakan komitmen perusahaan Gie terhadap lingkar masyarakat di Aru maupun di sekitar lokasi perusahaannya. Apalagi, kata dia, Aru sebagai kabupaten masih tergolong miskin dan terbelakang dari aspek sosial maupun infrastktur bila dibandingkan dengan kabupaten lain di Maluku.

“Alam kita kaya, tapi masyarakat kita miskin. Jangan hanya perusahaan yang diuntungkan saja, sementara tanggungjawab sosialnya tidak ada untuk pengembangan masyarakat di Aru dan sekitar perusahaan. Saya kira persoalan ini harus mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah, termasuk instansi terkait yang mengurus perpajakan,” kata pengurus Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB-HMI) ini.

Dari hasil penelusuran koran ini, Gie saat ini tercatat memiliki tujuh perusahaan khusus budidaya mutiara dan ikan kerapu yakni PT. Nusantara Pearl, PT. Davin Mutiara, PT. Bima Budidaya Mutiara, PT. Ameranus, PT. Yellu Mutiara, PT. Arafura Marine Culture, dan PT. Morotai Marine Culture. Tiga anaknya pun diberikan posisi penting di perusahaan mililknya seperti Maria Sherry diberikan jabatan sebagai Direktur Marketing PT. Nusantara Pearl, Sutrisno Sukendi sebagai Direktur Morotai Marine Culture, dan Hendri Sukendi sebagai Teknisi Arafura Marine Culture. Jabatan ini pun sebenarnya rangkap, misalnya Sutrisno Sukendi, selain sebagai Direktur PT. Morotai Marine Culture, bersangkutan juga menjabat sebagai Direktur PT. Bima Budidaya Mutiara.

Mutiara yang diproduksi perusahaan milik Gie kebanyakan tergolong jenis south sea pearl. Dengan menggunakan kapal besar, jutaan biji mutiara diekspor ke luar negeri melalui Jepang dan Hongkong, kemudian dipasarkan ke Taiwan, China, Amerika Serikat dan sejumlah negara di benua Eropa.

Keuntungan yang diraih Gie sebenarnya belum terhitung dengan bisnis lain yang kini dirambahnya seperti budidaya ikan kerapu. Gie juga mulai melirik bisnis perhotelan dan kini memiliki dua hotel berbintang di Ambon yakni Hotel Aston Natsepa dan Manise Hotel, serta membagun pusat perbelanjaan megah GOTA di Kota Tual. Ada informasi, Gie juga membangun hotel di Sorong, Papua Barat. (01-AI)
 
 
 Sumber: http://beritajargaria.blogspot.co.id
diunduh: 02 Januari 2016

Tidak ada komentar:

KAREL RIDOLOF LABOK (KARIBO). Diberdayakan oleh Blogger.

FOTO FACEBOOK