Sabtu, 02 Januari 2016

Laut Morotai Dirusak, KPK Diminta Bertindak

Aktivitas MMC Kembangkan Mutiara di Maluku Utara
Aksi Kader HMI di KPK, menolak PT. MMC (Foto.Doc. www.tribunnews.com)
ARUISLANDSnew.- JAKARTA - Kader HMI melakukan demonstrasi di depan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kehadiran lembaga mahasiswa hijau hitam ini di lembaga antirasuah itu menuntut KPK bertindak atas dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Morotai Marine Culture (MMC) dalam mengengembangkan mutiara dan ikan kerapu di Morotai, Maluku Utara.

"PT MMC dalam melakukan usaha pembudidayan mutiara yang telah melanggar izin yang dikeluarkan. Berdasarkan UKL/UPL adalah sebesar 4,5 hektar, tapi fakta di lapangan menunjukan bahwa telah terjadi pelebaran areal usaha menjadi 10 hektar," kata koordiantor aksi, Mukmin Ilyas di Gedung KPK, Selasa (22/10).

Mukmin menjelaskan pemilik PT Morotai Marine Culture (MMC), Robert Sukendy membangun infrastruktur bisnisnya juga merusak lingkungan hidup di sekitarnya. Material karang dan kayu mangrove dimanfaatkan sehingga menimbulkan kerusakan terumbu karang dan merusak hutan mangrove.

"KPK harus segera turun tangan memeriksa kasus ini. Kami khawatir ini akan membuat marah masyarakat sekitar. Sumber hidup mereka yang nelayan terganggu dengan kehadiran MMC," katanya.

Dalam mengoperasikan pembudidayan ikan kerapu dan pembudidayaan Mukmin juga punya bukti bahwa MMC tidak memiliki dokumen Amdal sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang analisis dampak lingkungan. Bukti ini diserahkan ke KPK sebagai data pendukung atas dugaan pelanggaran yang dilakukan MMC.

Mukmin juga menyebut PT MMC dalam mempekerjakan tenaga kerja tidak melaksankan standar procedural ketenaga kerjaan. Selain itu dalam pemanfaatan listrik non PLN mereka jugaa tidak memiliki izin usaha. Dan PT MMV juga tidak memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar.

"Segera tangkap Komisaris PT MMC Rober Sukendy dan Fony Gonga. Konspirasi antara Fadel Muhammad dan Robert dalam pemberian izin sarat dengan manipulasi sehingga Rakyat Morotai dirugikan," tegasnya.

Mahasiswa juga menedesak KPK untuk segera mengaudit PT MMC yang beroperasi di atas lahan negara secara ilegal sejak tahun 2008. Mukmin juga meminta agar Bareskrim Mabes Polri untuk segera memeriksa Direktur Reskrim Polda Maluku Utara yang diduga membekingi PT MMC. "Mendesak Bupati Pulau Morotai segera menutup paksa PT MMC karena diduga ilegal," tandasnya. (01-AI

Sumber: (jpnn)

ir dari Hak Ulayat Duroa, seperti terusir dari Morotai, karena watak dan caranya buruk cenderung bar-bar", ujar warga Perantauan Duroa di Jakarta, emosional. ***)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Milyuner Robert Sukendi, pemilik PT. Morotai Marine Culture (MMC) yang pernah terusir (th. 2013) di Morotai, Maluku Utara, kembali melakukan praktek bisnis dengan cara intimidasi dan mencoba menyerobot hak ulayat warga Desa Duroa, Tual, Maluku, lewat anak perusahaannya PT. Dafin Mutiara. Jika tidak menggubris suara masyarakat, pengusaha mutiara dan budi daya ikan itu akan bernasib sama dengan di Morotai akibat lemahnya pendekatan kultur dan cenderung secara arogan ingin menguasai ulayat dengan cara menghancurkan komunitas-komunitas tradisional yang ada. Berbeda dengan Morotai di mana rakyat dan Pemda secara bersama menolak kehadiran perusahaannya, di Tual, Maluku, sejumlah oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga politisi setempat, justeru sebaliknya bahu-bahu mencoba mengakangi hak ulayat rakyat setempat. “Sejumlah oknum PNS (pegawai negeri sipil) kota Tual, bahkan dianggap telah turut merancang dan secara illegal menyerobot hak ulayat warga yang mestinya mereka lindungi”, keluh tokoh adat di desa Duroa (Jumat, 21/11). “PT. Dafin Mutiara ini, insya Allah, akan bernasib sama dengan perusahaan yang sama di Maluku Utara”, lanjutnya. “Meski diduga dibekengi oknum aparat pemda hingga aparat keamanan hingga tingkat Polda Maluku, kami akan bekerjasama dengan keluarga Duroa Perantauan untuk secepatnya mengusir perusahaan DM dari hak ulayat kami”, ujar warga desa Duroa lainnya. Seperti pernah dilansir (Kompasiana, 11/11/2013, Hari Pahlawan Ternoda Aparat Aniaya Warga Duroa), bahwa PT. DM yang berkantor pusat di Dobo, kepulauan Aru, Maluku, dan cabangnya hingga di Surabaya dan Jakarta, melakukan kontrak sepihak dengan warga yang tidak memiliki kewenangan ulayat secara sendiri (tidak secara kolektif), tgl. 14 April 2012, sehingga kontrak dimaksud sejak awal batal demi hokum, karena mengandung cacat formal maupun substansi. Maka, perjanjian tersebut pada dirinya (an sich) batal demi hokum. Sementara, pertemuan tanggal 23 Juni 2014 di desa Duroa atau Dullah Laut mengeluarkan 8 butir pernyataan, antara lain isinya (butir ke-3), “Menolak kehadiran PT DM dan memerintahkan PT. Dafin Mutiara untuk meninggalkan pulau Bair dan Ohoimas Tanpa Syarat”. Pertemuan itu dihadiri tujuh marga pemilik Ulayat, yakni Henan, Yamko, Rahaded, Nuhuyanan, Raharusun, Rahawarin, Songyanan, serta marga-marga pendukung karena perkawinan. Modus Operandi: Pengusaha Tak Seindah Mutiaranya Di Morotai, Kuasa hukum pemerintah Kabupaten Morotai melakukan segala upaya untuk mengeluarkan Perusahaan milik Robertus Sukendi atau biasa disapa Bos Gie. Pemkab Morotai melapor tanggal 6 April 2012 ke Polda Maluku Utara, tentang perlawanan dan ancaman kekerasan yang diduga dilakukan PT Morotai Marine Culture (MMC), karena sebelumnya Pemkab Morotai melakukan penegakan hukum terhadap PT MMC. Meski pada tanggal 9 Maret 2013 kuasa hokum pemerintah Kabupaten Morotai melapor ke Polda Maluku Utara, namun dianggap “masuk angina” Kuasa Hukum Pemda Morotai kemudian melapor ke Mabes Polri. Polda Maluku Utara malah memproses laporan PT MMC yang melaporkan sejumlah pejabat Pemda Morotai. Penyelesaian warga desa Duroa meski butuh waktu, namun Persekutuan Duroa Perantauan telah mempersiapkan warga, terutama Ohoiroa-Fauur Duroa dan Ohoiratut untuk dengan cara damai, menyelesaikan masalah. Dukungan telah datang dari Kontras, ketika PT. DM diduga telah melakukan intimidasi seperti di Maluku Utara, dengan puncaknya menggunakan aparat kepolisian dan TNI AD setempat untuk dengan target menguasai wilayat Ulayat warga. “Kami akan terus mengawasi pemanggilan Polisi kepada Warga Duroa sebagai tindakan irasional Polres Tual, dan akan kembali melapor ke Propam Mabes Polri, Kompolnas, Indonesian Police Watch, dan instansi terkait, bila oknum-oknum instansi-instansi setempat telah merendahkan kemuliaan tugasnya melayani masyarakat dengan menjadi “alat suruhan” PT. DM”, demikian tokoh Duroa Perantauan di Jakarta (Sabtu, 22/11). “Kami memerintahkan ‘pembangkan sipil’ terhadap aparat kepolisian setempat yang sewenang-wenang berulang kali melakukan intimidasi dengan mencari-cari kesalahan warga Duroa yang menolak PT. DM”, tuturnya menanggapi pemanggilan Polres Tual terhadap Abdulrahman Rahawarin, Fauzan Raharusun dan Ibrahim Nuhuyanan dalam tragedi yang masih terkait intimidasi aparat dan pengusaha terhadap warga Duroa yang sudah dilaporkan ke Komnas HAM, Propam Mabes Polri, Kontras dan instansi terkait lainnya terkait Tragedi 10 November 2013. Begitu berkuasanya Raja Mutiara Robertus Sukendi sehingga semua media lokal kota Tual hingga provinsi Maluku, jarang hingga tidak memberitakan raja bisnis laut hingga perhotelan dan swalayan GOTA (di Langgur, Maluku Tenggara). Untunglah, bahwa jurnalisme warga Kompasiana terus konsisten melaporkan arogansi penguasa setempat dan pengusaha mutiara kelas dunia itu. "Dia akan terusir dari Hak Ulayat Duroa, seperti terusir dari Morotai, karena watak dan caranya buruk cenderung bar-bar", ujar warga Perantauan Duroa di Jakarta, emosional. ***)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Milyuner Robert Sukendi, pemilik PT. Morotai Marine Culture (MMC) yang pernah terusir (th. 2013) di Morotai, Maluku Utara, kembali melakukan praktek bisnis dengan cara intimidasi dan mencoba menyerobot hak ulayat warga Desa Duroa, Tual, Maluku, lewat anak perusahaannya PT. Dafin Mutiara. Jika tidak menggubris suara masyarakat, pengusaha mutiara dan budi daya ikan itu akan bernasib sama dengan di Morotai akibat lemahnya pendekatan kultur dan cenderung secara arogan ingin menguasai ulayat dengan cara menghancurkan komunitas-komunitas tradisional yang ada. Berbeda dengan Morotai di mana rakyat dan Pemda secara bersama menolak kehadiran perusahaannya, di Tual, Maluku, sejumlah oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga politisi setempat, justeru sebaliknya bahu-bahu mencoba mengakangi hak ulayat rakyat setempat. “Sejumlah oknum PNS (pegawai negeri sipil) kota Tual, bahkan dianggap telah turut merancang dan secara illegal menyerobot hak ulayat warga yang mestinya mereka lindungi”, keluh tokoh adat di desa Duroa (Jumat, 21/11). “PT. Dafin Mutiara ini, insya Allah, akan bernasib sama dengan perusahaan yang sama di Maluku Utara”, lanjutnya. “Meski diduga dibekengi oknum aparat pemda hingga aparat keamanan hingga tingkat Polda Maluku, kami akan bekerjasama dengan keluarga Duroa Perantauan untuk secepatnya mengusir perusahaan DM dari hak ulayat kami”, ujar warga desa Duroa lainnya. Seperti pernah dilansir (Kompasiana, 11/11/2013, Hari Pahlawan Ternoda Aparat Aniaya Warga Duroa), bahwa PT. DM yang berkantor pusat di Dobo, kepulauan Aru, Maluku, dan cabangnya hingga di Surabaya dan Jakarta, melakukan kontrak sepihak dengan warga yang tidak memiliki kewenangan ulayat secara sendiri (tidak secara kolektif), tgl. 14 April 2012, sehingga kontrak dimaksud sejak awal batal demi hokum, karena mengandung cacat formal maupun substansi. Maka, perjanjian tersebut pada dirinya (an sich) batal demi hokum. Sementara, pertemuan tanggal 23 Juni 2014 di desa Duroa atau Dullah Laut mengeluarkan 8 butir pernyataan, antara lain isinya (butir ke-3), “Menolak kehadiran PT DM dan memerintahkan PT. Dafin Mutiara untuk meninggalkan pulau Bair dan Ohoimas Tanpa Syarat”. Pertemuan itu dihadiri tujuh marga pemilik Ulayat, yakni Henan, Yamko, Rahaded, Nuhuyanan, Raharusun, Rahawarin, Songyanan, serta marga-marga pendukung karena perkawinan. Modus Operandi: Pengusaha Tak Seindah Mutiaranya Di Morotai, Kuasa hukum pemerintah Kabupaten Morotai melakukan segala upaya untuk mengeluarkan Perusahaan milik Robertus Sukendi atau biasa disapa Bos Gie. Pemkab Morotai melapor tanggal 6 April 2012 ke Polda Maluku Utara, tentang perlawanan dan ancaman kekerasan yang diduga dilakukan PT Morotai Marine Culture (MMC), karena sebelumnya Pemkab Morotai melakukan penegakan hukum terhadap PT MMC. Meski pada tanggal 9 Maret 2013 kuasa hokum pemerintah Kabupaten Morotai melapor ke Polda Maluku Utara, namun dianggap “masuk angina” Kuasa Hukum Pemda Morotai kemudian melapor ke Mabes Polri. Polda Maluku Utara malah memproses laporan PT MMC yang melaporkan sejumlah pejabat Pemda Morotai. Penyelesaian warga desa Duroa meski butuh waktu, namun Persekutuan Duroa Perantauan telah mempersiapkan warga, terutama Ohoiroa-Fauur Duroa dan Ohoiratut untuk dengan cara damai, menyelesaikan masalah. Dukungan telah datang dari Kontras, ketika PT. DM diduga telah melakukan intimidasi seperti di Maluku Utara, dengan puncaknya menggunakan aparat kepolisian dan TNI AD setempat untuk dengan target menguasai wilayat Ulayat warga. “Kami akan terus mengawasi pemanggilan Polisi kepada Warga Duroa sebagai tindakan irasional Polres Tual, dan akan kembali melapor ke Propam Mabes Polri, Kompolnas, Indonesian Police Watch, dan instansi terkait, bila oknum-oknum instansi-instansi setempat telah merendahkan kemuliaan tugasnya melayani masyarakat dengan menjadi “alat suruhan” PT. DM”, demikian tokoh Duroa Perantauan di Jakarta (Sabtu, 22/11). “Kami memerintahkan ‘pembangkan sipil’ terhadap aparat kepolisian setempat yang sewenang-wenang berulang kali melakukan intimidasi dengan mencari-cari kesalahan warga Duroa yang menolak PT. DM”, tuturnya menanggapi pemanggilan Polres Tual terhadap Abdulrahman Rahawarin, Fauzan Raharusun dan Ibrahim Nuhuyanan dalam tragedi yang masih terkait intimidasi aparat dan pengusaha terhadap warga Duroa yang sudah dilaporkan ke Komnas HAM, Propam Mabes Polri, Kontras dan instansi terkait lainnya terkait Tragedi 10 November 2013. Begitu berkuasanya Raja Mutiara Robertus Sukendi sehingga semua media lokal kota Tual hingga provinsi Maluku, jarang hingga tidak memberitakan raja bisnis laut hingga perhotelan dan swalayan GOTA (di Langgur, Maluku Tenggara). Untunglah, bahwa jurnalisme warga Kompasiana terus konsisten melaporkan arogansi penguasa setempat dan pengusaha mutiara kelas dunia itu. "Dia akan terusir dari Hak Ulayat Duroa, seperti terusir dari Morotai, karena watak dan caranya buruk cenderung bar-bar", ujar warga Perantauan Duroa di Jakarta, emosional. ***)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Milyuner Robert Sukendi, pemilik PT. Morotai Marine Culture (MMC) yang pernah terusir (th. 2013) di Morotai, Maluku Utara, kembali melakukan praktek bisnis dengan cara intimidasi dan mencoba menyerobot hak ulayat warga Desa Duroa, Tual, Maluku, lewat anak perusahaannya PT. Dafin Mutiara. Jika tidak menggubris suara masyarakat, pengusaha mutiara dan budi daya ikan itu akan bernasib sama dengan di Morotai akibat lemahnya pendekatan kultur dan cenderung secara arogan ingin menguasai ulayat dengan cara menghancurkan komunitas-komunitas tradisional yang ada. Berbeda dengan Morotai di mana rakyat dan Pemda secara bersama menolak kehadiran perusahaannya, di Tual, Maluku, sejumlah oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga politisi setempat, justeru sebaliknya bahu-bahu mencoba mengakangi hak ulayat rakyat setempat. “Sejumlah oknum PNS (pegawai negeri sipil) kota Tual, bahkan dianggap telah turut merancang dan secara illegal menyerobot hak ulayat warga yang mestinya mereka lindungi”, keluh tokoh adat di desa Duroa (Jumat, 21/11). “PT. Dafin Mutiara ini, insya Allah, akan bernasib sama dengan perusahaan yang sama di Maluku Utara”, lanjutnya. “Meski diduga dibekengi oknum aparat pemda hingga aparat keamanan hingga tingkat Polda Maluku, kami akan bekerjasama dengan keluarga Duroa Perantauan untuk secepatnya mengusir perusahaan DM dari hak ulayat kami”, ujar warga desa Duroa lainnya. Seperti pernah dilansir (Kompasiana, 11/11/2013, Hari Pahlawan Ternoda Aparat Aniaya Warga Duroa), bahwa PT. DM yang berkantor pusat di Dobo, kepulauan Aru, Maluku, dan cabangnya hingga di Surabaya dan Jakarta, melakukan kontrak sepihak dengan warga yang tidak memiliki kewenangan ulayat secara sendiri (tidak secara kolektif), tgl. 14 April 2012, sehingga kontrak dimaksud sejak awal batal demi hokum, karena mengandung cacat formal maupun substansi. Maka, perjanjian tersebut pada dirinya (an sich) batal demi hokum. Sementara, pertemuan tanggal 23 Juni 2014 di desa Duroa atau Dullah Laut mengeluarkan 8 butir pernyataan, antara lain isinya (butir ke-3), “Menolak kehadiran PT DM dan memerintahkan PT. Dafin Mutiara untuk meninggalkan pulau Bair dan Ohoimas Tanpa Syarat”. Pertemuan itu dihadiri tujuh marga pemilik Ulayat, yakni Henan, Yamko, Rahaded, Nuhuyanan, Raharusun, Rahawarin, Songyanan, serta marga-marga pendukung karena perkawinan. Modus Operandi: Pengusaha Tak Seindah Mutiaranya Di Morotai, Kuasa hukum pemerintah Kabupaten Morotai melakukan segala upaya untuk mengeluarkan Perusahaan milik Robertus Sukendi atau biasa disapa Bos Gie. Pemkab Morotai melapor tanggal 6 April 2012 ke Polda Maluku Utara, tentang perlawanan dan ancaman kekerasan yang diduga dilakukan PT Morotai Marine Culture (MMC), karena sebelumnya Pemkab Morotai melakukan penegakan hukum terhadap PT MMC. Meski pada tanggal 9 Maret 2013 kuasa hokum pemerintah Kabupaten Morotai melapor ke Polda Maluku Utara, namun dianggap “masuk angina” Kuasa Hukum Pemda Morotai kemudian melapor ke Mabes Polri. Polda Maluku Utara malah memproses laporan PT MMC yang melaporkan sejumlah pejabat Pemda Morotai. Penyelesaian warga desa Duroa meski butuh waktu, namun Persekutuan Duroa Perantauan telah mempersiapkan warga, terutama Ohoiroa-Fauur Duroa dan Ohoiratut untuk dengan cara damai, menyelesaikan masalah. Dukungan telah datang dari Kontras, ketika PT. DM diduga telah melakukan intimidasi seperti di Maluku Utara, dengan puncaknya menggunakan aparat kepolisian dan TNI AD setempat untuk dengan target menguasai wilayat Ulayat warga. “Kami akan terus mengawasi pemanggilan Polisi kepada Warga Duroa sebagai tindakan irasional Polres Tual, dan akan kembali melapor ke Propam Mabes Polri, Kompolnas, Indonesian Police Watch, dan instansi terkait, bila oknum-oknum instansi-instansi setempat telah merendahkan kemuliaan tugasnya melayani masyarakat dengan menjadi “alat suruhan” PT. DM”, demikian tokoh Duroa Perantauan di Jakarta (Sabtu, 22/11). “Kami memerintahkan ‘pembangkan sipil’ terhadap aparat kepolisian setempat yang sewenang-wenang berulang kali melakukan intimidasi dengan mencari-cari kesalahan warga Duroa yang menolak PT. DM”, tuturnya menanggapi pemanggilan Polres Tual terhadap Abdulrahman Rahawarin, Fauzan Raharusun dan Ibrahim Nuhuyanan dalam tragedi yang masih terkait intimidasi aparat dan pengusaha terhadap warga Duroa yang sudah dilaporkan ke Komnas HAM, Propam Mabes Polri, Kontras dan instansi terkait lainnya terkait Tragedi 10 November 2013. Begitu berkuasanya Raja Mutiara Robertus Sukendi sehingga semua media lokal kota Tual hingga provinsi Maluku, jarang hingga tidak memberitakan raja bisnis laut hingga perhotelan dan swalayan GOTA (di Langgur, Maluku Tenggara). Untunglah, bahwa jurnalisme warga Kompasiana terus konsisten melaporkan arogansi penguasa setempat dan pengusaha mutiara kelas dunia itu. "Dia akan terusir dari Hak Ulayat Duroa, seperti terusir dari Morotai, karena watak dan caranya buruk cenderung bar-bar", ujar warga Perantauan Duroa di Jakarta, emosional. ***)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb

Tidak ada komentar:

KAREL RIDOLOF LABOK (KARIBO). Diberdayakan oleh Blogger.

FOTO FACEBOOK