Oleh: Pdt. Jola Pollatu-Labok, S.Th.,M.M**
Abstrac
Jola Pollatu - Labok |
Tulisan ini bertujuan untuk mereparasi Teologi tradisional yang masih
berkembang dalam gereja yang memilah kehidupan manusia menjadi 2 bagian yaitu ‘teologi’
dan ‘sekular’. Selama ini kita lebih memusatkan perhatian pada pandangan
‘teologi’ kita, sementara bagian ‘sekular’ yang sangat besar didunia ini justru
terabaikan. Konsep Theospreneurship merupakan hasil pengembangan konsep Spriritualpreneurship
berlandaskan pada Ajaran Kitab Suci. Dari hasil kajian ditemukan bahwa terjadi
sinergitas antara kata Theos/Tuhan dan
entrepreneurship. Tuhan adalah entrepreneur. Seorang founding fathers yang
adalah Theospreneurs. Theospreneur adalah pencipta para entrepreneur. Dengan
demikian Kewirausahaan Kristen (Entrepreneurship Kristen) bukanlah sesuatu yang
tabu untuk di bicarakan. Kalaupun dalam kenyataannya, Kewirausahaan Kristen telah
masuk ke pasar komersial, ini bukanlah sebuah strategi bisnis semata tetapi
untuk survive.
Kata kunci: Entrepreneurship, Spiritualpreneurship,
Theospreneurship.
Pendahuluan.
Konsep Theospreneurship merupakan hasil
pengembangan konsep Spriritualpreneurship
berlandaskan pada Ajaran Kitab Suci. “Theos” atau Tuhan berasal dari bahasa
Yunani. Umat Kristen maupun yang lainnya meyakini bahwa Tuhan Allah yang mereka
sembah adalah Allah yang Maha Esa. Allah yang Maha Esa (Ulangan 6:4,5) hadir
dengan berbagai sebutan/metafora: Allah adalah Pencipta (Ulangan 32: 6, Yesaya
45:10-11), Allah adalah Panglima, Allah adalah Benteng Perlindungan, Allah
adalah Gembala Umat (Maz.23).
Umat meyakini bahwa sebutan
tersebut bukan sekedar sebutan suatu nama, melainkan juga kehadiran dan
karya-karya-Nya yang nyata di tengah-tengah umat-Nya. Kepada manusia umatnya,
Allah telah memberi mandat sekaligus menjadi mitra manusia dalam mengelola,
memelihara, mengembangkan dan mengusahakan kelestarian dan keutuhan seluruh
ciptaan-Nya sehingga berdaya dan berhasil guna (Kejadian 2: 15-18). Keyakinan
tersebut menjadi dorongan spiritual bagi umat manusia untuk menjalankan mandat
tersebut.
Keyakinan
manusia tentang Tuhan Allah seperti itu melahirkan dorongan spiritual yang
mengarahkan pengembangan entrepreneurial
capabilities dan melandasi entrepreneurial
process dalam mengembangkan
sumberdaya atau aset-aset gereja yang ada. Baik itu aset kelihatan (Tangible) maupun aset yang tidak
kelihatan (Intangible). Berangkat
dari sinilah muncul konsep Theospreneurship.
Telaah Literatur
1.
Entrepreneurship
Ada begitu
banyak konsep yang berkembang dalam dunia entrepreneur
dan entrepreneurship seperti gambaran
diatas. Dalam kajian ini peneliti menggunakan definisi konsep entrepreneur dan entrepreneurship dari Drucker (1994), Hagen (1962) dan Kao (1989).
Drucker,
(1994) dalam tulisannya mendefinisikan Entrepreneurship adalah sifat, watak, dan ciri-ciri yang
melekat pada seseorang yang mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan gagasan
inovatif ke dalam dunia usaha yang nyata dan dapat mengembangkannya dengan
tangguh. Pada intinya menurut Drucker, Entrepreneurship
adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Kemampuan dan
kemauan untuk mencipta sesuatu yang baru
dan berbeda adalah sebuah inovasi.
Hagen
(1962) secara sederhana menegaskan bahwa entrepreneurship
adalah “human input into innovation”.
Semua masukan oleh manusia yang bersifat inovatif dalam bidang apapun
mencerminkan entrepreneurship.
Inovasi akan menghadirkan orang-orang yang kreatif dalam menjalankan
tugas-tugasnya. Tugas kreatif akan menghasilkan nilai dalam konteks organisasi.
Nilai akan diaplikasikan dalam proses mengerjakan sesuatu yang baru dan berbeda
dalam lingkungan sekitar sehingga terjadinya perubahan.
Kao
dalam Ihalauw (2002) berpendapat bahwa semua “entrepreneurial activity” merebak di seputar kelahiran
gagasan-gasan baru berupa mimpi kreatif. Untuk mewujudkannya Kao (1997)
menunjukan empat peubah yang dapat
mempengaruhi entrepreneurship yaitu;
insan kreatif, tugas kreatif, konteks organisasi dan lingkungan sekitar yang
memperhadapkan wirausahawan kepada peluang dan ancaman dinamis. Model Kao digambarkan seperti bagan dibawah ini.
Kao's Entrepreneurship Model |
2.
Spiritualpreneurship
2.1.
Spiritualitas
Berhubungan dengan iman kristiani, Tanya (1996)
menjelaskan bahwa pada hakekatnya spiritualitas menjadikan setiap orang untuk
memahami eksistensi hidup sebagai wujud dari iman itu sendiri. Spiritualitas
merupakan kehidupan rohani dan perwujudannya dalam cara berpikir, merasa,
berdoa, berkarya. Penjelasan tersebut mencakup beberapa aspek penting berikut:
1) Spiritualitas sebagai sebuah dorongan hidup tidak hanya terarah pada
dimensi transcendental dari kehidupan, melainkan terakselerasi dalam berbagai
aktivitas manusia, baik dalam kehidupan sosial budaya, ekonomi dan politik
(Banawiratma, 1990). Mandat untuk mengelola, memelihara, mengembangkan dan
mengusahakan kelestarian dan keutuhan seluruh ciptaanNya menjadi modal utama
manusia dalam menjalankan kehidupan ekonominya.
2) Spiritualitas bersumber dari Roh Kudus yang memampukan manusia untuk
bertahan hidup, dan melakukan berbagai tindakan agar bisa survive. Hal ini memperlihatkan sebuah spiritualitas
transformative, yang membuat manusia tidak terkurung dalam tembok-tembok ritus
astetis, tetapi terbuka terhadap tantangan dan pengalaman kehidupannya. Inilah
yang menjadi sumber kreativitas dan daya inovasi manusia.
3) Spiritualitas dapat muncul dalam semua kondisi
kehidupan. Baik kondisi kelimpahan maupun keterbatasan bahkan juga dalam
kondisi kekurangan. Inilah yang mendorong orang untuk tidak putus asa atau pesimis.
2.2.
Spiritualpreneurship
”Konsep
spiritualpreneurship can be define as an activity aimed at
creating an organization with a universal outlook that fosters a spiritual
program and recognizes existing opportunities and needs within its environment,
by engaging in a process of innovation and adaptation, despite limited
resources” (Shinde and Shinde, 2011).
Beberapa
aspek penting dari spiritualpreneurship berangkat
dari defenisi tersebut diatas adalah;
misi rohani, berorientasi ke masa depan, organisasi yang menciptakan
aktivitas, pengenalan dan pemanfaatan peluang, inovasi, berani mengambil resiko
dan pemanfaatan sumber daya. Berbagai aspek/indikator penting tersebut telah di
praktekan dalam kehidupan dan kerja setiap orang.
Manajemen
spiritual seorang entrepreneur perlu
ditata dan dikelola dengan baik. Menatakelolakan spiritual seorang entrepreneur dan entrepreneurship haruslah dimulai dari pendalam terhadap gaya
spiritual Yesus
Spiritual
Yesus menurut Nolan (1972) adalah pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan
mendalam yang menjadi motivasi penggerak dari karya-karya dan pengajaran-Nya.
Ini dipelajari dengan mencermati apa yang dilakukan, dikatakan, dan diajarkan
oleh Yesus. Spiritual Yesus atau Spiritual Kristiani harus dipolakan dalam
kehidupan manusia sehingga menjadi modal dan melahirkan model spiritual yang
menjadi pemediasi dan prediktor dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh para entrepreneur dan entrepreneurship Kristen .
3.
Theospreneurship
Kata Theospreneurship untuk pertama kali ditampilkan dengan
menggabungkan antara kata “theos” dan “entrepreneurship”. Dapat saja kedua kata ini dianggap sesuatu
yang bertentangan. Kata “theos” sering dianggap sebagai wilayah yang sakral/suci,
bersifat tabu, tidak berkaitan dengan uang dan jual-beli karena itu lalu
membatasi pemikiran kita. Sedangkan “entrepreneurship” adalah sesuatu yang
bersifat pendorong untuk mencipta gagasan dan
mengembangkan kreativitas sehingga terjadinya sebuat perubahan baik secara
evolusioner maupun revolusioner dan sering dianggap berorientasi profit /
bisnis, berkaitan dengan uang dan jual-beli. Katakanlah bahwa dua kata ini;
yang satunya bersifat curiga terhadap kreativitas, yang satunya bersifat spirit
yang memotivasi orang untuk mengembangkan kreativitas.
Ada
bagian-bagian Kitab Suci yang memberikan penjelasan dan penggambaran tentang
Tuhan Allah sebagai Creator yang
menjadi dasar pembicaraan tentang Theospreneurship antara lain :
(1). Didalam Ulangan 32:6 ( … Bukankah Ia
Bapamu yang mencipta engkau,…) di sini terdapat kata mencipta yang dalam bahasa
Ibrani qanah. Istilah Ibrani qanah atau menciptakan adalah istilah yang biasanya
digunakan dalam penciptaan. Istilah ini bukan berarti menciptakan dalam arti
melahirkan secara fisik seperti yang terdapat dalam kejadian 4:1 atau Kidung
Agung 8:5 ( …dan mengandunglah perempuan
itu, lalu melahirkan Kain;…, atau …disanalah ia
mengandung dan melahirkan engkau )
bukan juga seperti yang terdapat dalam cerita mitologi di mana yang
ilahi melahirkan manusia dari batu (Ul.32:18; Yer. 2:27; berbicara tentang
polemik dengan para berhala). Lih. H. Ringgren, “abh“ dalam
Johaness Botterweck and Helmer Ringgren (1974:17) (eds). Quell, “παιηρ“, dalam G. Kittel, Op.cit.,
Vol. V, 972 juga menerangkan bahwa
pengertian kata “menciptakan” Israel itu, tidak dalam arti biologis.
(2). Dalam Yesaya 45:10-11; Tuhan adalah
Pencipta yang digambarkan sebagai penjunan (pembuat periuk) dan Israel adalah
tanah liatnya, yang disejajarkan dengan kisah penciptaan ketika Allah
menciptakan langit-bumi-manusia (ay.12). Ide yang sama ditemukan juga di dalam
yesaya 64:8 ; “…Engkaulah Bapa Kami !
Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami semua adalah
buatan tanganMu”. Bandingkan juga Malakhi. 2:10; “Bukankah
kita sekalian mempunyai satu bapa? Bukankah satu Allah yang menciptakan kita.
Lalu mengapa kita berkhianat satu sama lain dan dengan demikian menajiskan
perjanjian nenek moyang kita ?”
Dalam
kajian ini konsep tentang Allah yang kreatif dan inovatif sangat jelas. Hal ini
dibuktikan dengan bagaimana Tuhan (Theos)
berperan sebagai pencipta, pembentuk/penjunan (pembuat periuk), pemberi mandat
dan mitra umat-Nya dalam mengelola serta mengusahakan sumber daya yang
diciptakan-Nya. Jadi Tuhan adalah juga entrepreneur.
Dua kata tersebut ternyata bisa bersinergis dengan baik. Sinergitas tersebut
diperlihatkan oleh tafsiran atas ajaran yang mengatakan bahwa Tuhan adalah
seorang desainer yang menciptakan, seorang creator dan manejer (menggambarkan
dimensi religius) yang kreatif dan inovatif (menggambarkan sifat Allah),
seorang founding fathers yang adalah Theospreneurs.
Ia memanfaatkan sumberdaya alam
(tanah) dengan luar biasa, sehingga berhasil guna. Tuhan juga melakukan
pekerjaan yang sangat mulia baik dengan kata tapi juga dengan akta. Pekerjaan
yang Tuhan lakukan seperti yang digambarkan diatas identik dengan pekerjaan
seorang wirausaha yang berperan sebagai agen perubahan (change Agen) yang dengan kreatif dan inovatif berusaha menggunakan sumber daya alam yang ada.
Pekerjaan yang dianggap kotor pun digambarkan bahwa Allah lakukan juga dengan
tangan-Nya seperti seorang tukang Periuk (Wirausaha).
Penutup.
Mengembangkan
nilai-nilai spiritualitas, kreativitas dan inovasi serta daya saing dalam diri
pemimpin yang adalah pelayan umat dalam menggerakan setiap individu orang Kristen
dalam kehidupan yang global adalah sesuatu yang sangat penting. Kalau tidak,
maka kita akan tertinggal dalam pasar persaingan Global. Karena itu,
berdasarkan pada pemahaman bahwa Tuhan adalah seorang Creator yang adalah juga Entrepreneur.
Ia adalah Founding Father yaitu Theospreneur dan kita adalah pemilik yang
diberi mandat serta teman sekerja-Nya untuk mengelola alam ciptaan-Nya,
membekali kita untuk masuk dan berakses dalam pasar Lokal-Tradisional-Nasional
maupun Internasional.
Gereja dan
para pelayan dalam melaksanakan pekerjaan pelayanan dan pemberdayaan perlu memberikan
dorongan kreativitas dan inovasi serta semangat bagi umat dalam rangka
menatalayani usaha-usaha mereka dan berteologi bersama umat/rakyat dalam setiap
situasi dan kondisi mereka. Kwok Pui Lan
(1998) menulis; […] kita mendengar cerita itu, menangis dengan mereka,
merasakan sakit mereka, dan ikut mencicipi luka-luka mereka. Hanya dengan cara
demikianlah kita dapat bergumul bersama mereka dan memulihkan kembali
bagian-bagian yang terpecah-pecah dalam kehidupan, untuk mencoba
memperhitungkan suara Allah yang berbicara melalui air mata dan tarikan nafas
panjang, bisikan dan ratapan, kesedihan dan harapan, tidak peduli betapapun
suram datangnya. C.S.Song menulis “kita perlu mengakhiri pandangan tradisional
yang menbuat tidak dengan baik dan secara holistic melihat realita kehidupan
yang terjadi disekitar kita. Song (2001) mengatakan: Orang-orang Kristen tidak
melihat arti ‘teologis’ dalam pasar yang hiruk pikuk di mana orang-orang
tawar-menawar harga ayam. Mereka tidak melihat implikasi ‘teologis’ dalam diri
‘orang-orang perahu’ dari Vietnam yang berjuang untuk sampai ke pantai
menginjak daratan.
Berangkat
dari pandangan-pandangan yang ada, Gereja perlu membekali dan mempersiapkan
umat dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan entrepreneurship untuk menjawab tantangan dan peluang Globalisasi
dan Pasar bebas. Karena itu pendidikan kewirausahan
Kristen (Christian Entrepreneurship) perlu
di introduksi dalam rangka menjelaskan konsep ajaran Kristen yang jelas
disertai dengan model kewirausahaan Kristen yang berkembang. Melalui Pendidikan
formal/non formal gereja, sangatlah membantu untuk merobah mainset berpikir para
pelayan dan warga gereja. Dengan begitu kedepan ini, orientasi pikir orang
kristen tidak semata dibentuk sebagai pencari kerja (job seeker) namun dapat
dan siap menjadi pencipta pekerjaan (job creator).
Tuhan memberkati…..
(Tulisan ini adalah sebuah
sumbangsih berteologi penulis)
Literatur :
Alkitab
Tanya Victor(1996)
Drucker(1994)
Hagen (1962)
Kao (1997)
Ihalauw (2002)
Shinde and Shinde (2011)
Nolan Albert (1972)
Song.C.S (2001)
**Penulis adalah: Alumnus Magister Manajemen, Konsentrasi Manajemen Gereja.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW – Salatiga.
Journal Internasional: Christopreneurship Model.
Penemu Konsep
Teori Christian Entrepreneurship. Saat
ini bertugas sebagai Ketua Majelis Jemaat GPM Tungu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar