Oleh: Karel Ridolof Labok (KARIBO)**
Karel Ridolof Labok |
**Penulis adalah
Mahasiswa Pasca Sarjana, Magister Studi Pembangunan (MSP), Universitas Kristen
Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah.
Bicara tentang sektor andalan pembangunan Aru,
pasti semua orang bicara spontan, bahwa sektor perikanan dan kelautan adalah
andalan utama dan (mungkin?) terutama, penopang pembangunan berkelanjutan di
Aru.
Walau stigma ini keliru (tidak
sepenuhnya benar), Tidak salah juga, jika orang bicara begitu. Memang nenek
moyang Orang Aru adalah manusia bahari. Bahkan orang kebanyakan yang datang ke
Aru, cenderung mengadu peruntungan hidup dengan melaut.
Didukung ketersediaan ruang dan
keahlian (life skill) masyarakat yang alami sebagai
pelaut, sektor yang satu ini, tidak diragukan lagi potensinya dalam menopang
pembangunan Aru selama ini.
Bila dicermati baik, fokus kita yang
mengarah ke laut, membuat kita lupa, bahwa sektor lain yang potensial, tidak
(belum) diperhatian dan dikelola baik. Bilang saja, sektor pariwisata, yang
oleh daerah lain, semisal Bali, Lombok, Raja Ampat, dll., dijadikan sektor
andalan dan pilar utama penopang keuangan daerah. Hal itu tidak terjadi di Aru.
Pemda, melalui Dinas Pariwisata,
belum maksimal benahi pariwisata. Seakan pembenar stigma keliru kita, bahwa
lautlah satu-satunya tempat mencetak income daerah. Padahal, jika kita
serius benahi sektor pariwisata dan sukses, kita pasti tercengang melihat
hasilnya.
Masyarakat bangsa-bangsa maju, yang
jenuh dengan gedung pencakar langit, debu, polusi, kebisingan mesin, robotik,
kesibukan dan rutinitas hidup yang kaku serta monoton, mereka bekerja keras
hasilkan uang dan rela membeli mahal, suasana alami walau hanya dinikmati
sekejap. Mereka ingin meninggalkan dan lupakan semua hal menjenuhkan dalam
hidup mereka.
Bagaimana tidak mahal, jika hanya
untuk membeli sebuah paket wisata alam di Negara lain, seorang Amerika atau
seorang Eropa harus merogoh kantongnya untuk uang sejumlah ratusan bahkan ribuan
dolar. Bagi mereka, wisata alam memang menjadi sesuatu yang mahal harganya,
karena mereka harus bekerja keras, dan menabung selama satu tahun atau bahkan
beberapa tahun untuk memperoleh uang dan kesempatan berwisata (berlibur).
Kebutuhan mereka terhadap wisata
alam inilah yang harus kita bidik sebagai peluang bisnis wisata, karena memang,
semua instrumen wisata yang mereka harapkan itu, ada tersedia di alam kita.
Kita punya alam potensial, yakni
laut, gelombang, dan pemandangan eksotis alam bawah laut yang menarik wisatawan
melakukan snorkling, surfing, dan diving. Kita juga punya pantai
putih yang panjangnya bermil-mil, mengelilingi Kepulauan Aru. Pantai dan pasir
putih ini menarik wisatawan untuk berenang dan berjemur menikmati panas
matahari, yang jarang mereka lihat di negaranya karena didominasi musim dingin.
Kita punya bumi dengan laut luas dan
hutan kecil yang kaya akan sejumlah flora/fauna endemik, misal cenderawasih,
kangguru, kakatua bermacam jenis, penyu hijau (green turtle) di pulau
eno, kerang mutiara alam, laba-laba tarantula tanah (selenocosmia aruana)
yang kesemuanya tidak ada di belahan dunia manapun. Semuanya memiliki daya
tarik luar biasa untuk dijual pada calon pelancong dari berbagai pelosok dunia.
Hal lain yang harus dimanfaatkan
optimal, adalah Kontroversi Aru akibat rencana investasi perkebunan tebu dan
kelapa sawit oleh konsorsium Menara
Grup, dan Nusaina, yang telah sukses memantik perhatian serius dunia
internasional terhadap Kepulauan Aru (Aru Islands).
Hal ini menjadikan Aru dikenal dan
populer di kalangan pemerhati lingkungan hidup dunia. Apalagi trend pembangunan
global saat ini, adalah pelestarian alam dan lingkungan hidup.
Popularitas Aru yang Go
Internasional, terbukti dengan penetapan Kepulauan Aru sebagai World Destination
of Bird Watching oleh Tim Laman di National Geography. Ini
menjadikan Aru Merek Dagang Internasional, yang akan laris dijual melalui
pariwisata alamnya.
Jika demikian, apa saja strategi
yang bisa kita pakai untuk memajukan sektor pariwisata kita? Jawabannya
sederhana. Kita siapkan apa-apa saja yang dibutuhkan untuk menunjang
pariwisata.
Pertama, kita harus siapkan sarana
transportasi reguler yang melayani rutin dan teratur, rute dari Dobo ke
Tempat-tempat Wisata, agar memudahkan dan memperlancar lalulintas manusia dan
barang antar tempat dan pulau, secara tepat waktu.
Kedua, siapkan fasilitas penginapan
yang dibuat dari bahan dan material lokal, dengan mengambil tema budaya lokal
misal rumah yang terbuat dari kayu, gabah-gabah, dan atap rumbia, karena
pelancong bosan tidur di rumah mewah, jadi sesuatu yang alami akan memberi
kenyamanan bagi mereka.
Ketiga, walau rumah penginapan
sederhana, harus tersedia fasilitas lampu alam (obor), dan atau listrik dan
fasilitas komunikasi serta perangkat teknologi informatika (jaringan wi-fi atau
fasilitas internet), agar memudahkan wisatawan berkomunikasi dan mengakses
informasi.
Keempat, siapkan perangkat regulasi
pendukung tata-kelola pariwisata, didalamnya diatur tentang hak dan kewajiban,
serta sanksi-sanksi, dan atau norma-norma yang mengatur keselarasan hidup alam
dan manusia. Karena wisatawan butuh tenang, aman, damai, tenteram dan kepastian
hukum.
Hal paling penting adalah semua
pihak pemangku kepentingan, harus saling mendukung dalam promosi yang
bombastis, tapi tidak menipu.
Saatnya, Aru punya Perda tentang
Terumbu Karang, Cenderawasih dan berbagai satwa serta flora fauna, Pelanjutan
proteksi wilayah cagar alam laut di pulau eno, dan karan, serta Perda tentang
Pariwisata secara holistik.
Saya yakin dan percaya, jika
dilakukan secara baik, sukses besar menanti dalam mendorong income untuk
Pembangunan Daerah. Kampanyekan: “SAVE FANAN.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar