Aktivitas MMC Kembangkan Mutiara di Maluku Utara
Aksi Kader HMI di KPK, menolak PT. MMC (Foto.Doc. www.tribunnews.com) |
ARUISLANDSnew.- JAKARTA - Kader HMI
melakukan demonstrasi di depan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Kehadiran lembaga mahasiswa hijau hitam ini di lembaga antirasuah
itu menuntut KPK bertindak atas dugaan pelanggaran yang dilakukan PT
Morotai Marine Culture (MMC) dalam mengengembangkan mutiara dan ikan
kerapu di Morotai, Maluku Utara.
"PT MMC dalam melakukan usaha
pembudidayan mutiara yang telah melanggar izin yang dikeluarkan.
Berdasarkan UKL/UPL adalah sebesar 4,5 hektar, tapi fakta di lapangan
menunjukan bahwa telah terjadi pelebaran areal usaha menjadi 10 hektar,"
kata koordiantor aksi, Mukmin Ilyas di Gedung KPK, Selasa (22/10).
Mukmin menjelaskan pemilik PT Morotai
Marine Culture (MMC), Robert Sukendy membangun infrastruktur bisnisnya
juga merusak lingkungan hidup di sekitarnya. Material karang dan kayu
mangrove dimanfaatkan sehingga menimbulkan kerusakan terumbu karang dan
merusak hutan mangrove.
"KPK harus segera turun tangan memeriksa
kasus ini. Kami khawatir ini akan membuat marah masyarakat sekitar.
Sumber hidup mereka yang nelayan terganggu dengan kehadiran MMC,"
katanya.
Dalam mengoperasikan pembudidayan ikan
kerapu dan pembudidayaan Mukmin juga punya bukti bahwa MMC tidak
memiliki dokumen Amdal sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah
Nomor 27 tahun 1999 tentang analisis dampak lingkungan. Bukti ini
diserahkan ke KPK sebagai data pendukung atas dugaan pelanggaran yang
dilakukan MMC.
Mukmin juga menyebut PT MMC dalam
mempekerjakan tenaga kerja tidak melaksankan standar procedural ketenaga
kerjaan. Selain itu dalam pemanfaatan listrik non PLN mereka jugaa
tidak memiliki izin usaha. Dan PT MMV juga tidak memberikan manfaat
kepada masyarakat sekitar.
"Segera tangkap Komisaris PT MMC Rober
Sukendy dan Fony Gonga. Konspirasi antara Fadel Muhammad dan Robert
dalam pemberian izin sarat dengan manipulasi sehingga Rakyat Morotai
dirugikan," tegasnya.
Mahasiswa juga menedesak KPK untuk
segera mengaudit PT MMC yang beroperasi di atas lahan negara secara
ilegal sejak tahun 2008. Mukmin juga meminta agar Bareskrim Mabes Polri
untuk segera memeriksa Direktur Reskrim Polda Maluku Utara yang diduga
membekingi PT MMC. "Mendesak Bupati Pulau Morotai segera menutup paksa
PT MMC karena diduga ilegal," tandasnya. (01-AI)
Sumber: (jpnn)
ir dari Hak Ulayat
Duroa, seperti terusir dari Morotai, karena watak dan caranya buruk
cenderung bar-bar", ujar warga Perantauan Duroa di Jakarta, emosional.
***)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Milyuner Robert
Sukendi, pemilik PT. Morotai Marine Culture (MMC) yang pernah terusir
(th. 2013) di Morotai, Maluku Utara, kembali melakukan praktek bisnis
dengan cara intimidasi dan mencoba menyerobot hak ulayat warga Desa
Duroa, Tual, Maluku, lewat anak perusahaannya PT. Dafin Mutiara. Jika
tidak menggubris suara masyarakat, pengusaha mutiara dan budi daya ikan
itu akan bernasib sama dengan di Morotai akibat lemahnya pendekatan
kultur dan cenderung secara arogan ingin menguasai ulayat dengan cara
menghancurkan komunitas-komunitas tradisional yang ada.
Berbeda dengan Morotai di mana rakyat dan Pemda secara bersama menolak
kehadiran perusahaannya, di Tual, Maluku, sejumlah oknum Pegawai Negeri
Sipil (PNS) hingga politisi setempat, justeru sebaliknya bahu-bahu
mencoba mengakangi hak ulayat rakyat setempat.
“Sejumlah oknum PNS (pegawai negeri sipil) kota Tual, bahkan dianggap
telah turut merancang dan secara illegal menyerobot hak ulayat warga
yang mestinya mereka lindungi”, keluh tokoh adat di desa Duroa (Jumat,
21/11).
“PT. Dafin Mutiara ini, insya Allah, akan bernasib sama dengan
perusahaan yang sama di Maluku Utara”, lanjutnya. “Meski diduga
dibekengi oknum aparat pemda hingga aparat keamanan hingga tingkat Polda
Maluku, kami akan bekerjasama dengan keluarga Duroa Perantauan untuk
secepatnya mengusir perusahaan DM dari hak ulayat kami”, ujar warga desa
Duroa lainnya.
Seperti pernah dilansir (Kompasiana, 11/11/2013, Hari Pahlawan Ternoda
Aparat Aniaya Warga Duroa), bahwa PT. DM yang berkantor pusat di Dobo,
kepulauan Aru, Maluku, dan cabangnya hingga di Surabaya dan Jakarta,
melakukan kontrak sepihak dengan warga yang tidak memiliki kewenangan
ulayat secara sendiri (tidak secara kolektif), tgl. 14 April 2012,
sehingga kontrak dimaksud sejak awal batal demi hokum, karena mengandung
cacat formal maupun substansi. Maka, perjanjian tersebut pada dirinya
(an sich) batal demi hokum.
Sementara, pertemuan tanggal 23 Juni 2014 di desa Duroa atau Dullah Laut
mengeluarkan 8 butir pernyataan, antara lain isinya (butir ke-3),
“Menolak kehadiran PT DM dan memerintahkan PT. Dafin Mutiara untuk
meninggalkan pulau Bair dan Ohoimas Tanpa Syarat”. Pertemuan itu
dihadiri tujuh marga pemilik Ulayat, yakni Henan, Yamko, Rahaded,
Nuhuyanan, Raharusun, Rahawarin, Songyanan, serta marga-marga pendukung
karena perkawinan.
Modus Operandi: Pengusaha Tak Seindah Mutiaranya
Di Morotai, Kuasa hukum pemerintah Kabupaten Morotai melakukan segala
upaya untuk mengeluarkan Perusahaan milik Robertus Sukendi atau biasa
disapa Bos Gie. Pemkab Morotai melapor tanggal 6 April 2012 ke Polda
Maluku Utara, tentang perlawanan dan ancaman kekerasan yang diduga
dilakukan PT Morotai Marine Culture (MMC), karena sebelumnya Pemkab
Morotai melakukan penegakan hukum terhadap PT MMC.
Meski pada tanggal 9 Maret 2013 kuasa hokum pemerintah Kabupaten Morotai
melapor ke Polda Maluku Utara, namun dianggap “masuk angina” Kuasa
Hukum Pemda Morotai kemudian melapor ke Mabes Polri. Polda Maluku Utara
malah memproses laporan PT MMC yang melaporkan sejumlah pejabat Pemda
Morotai.
Penyelesaian warga desa Duroa meski butuh waktu, namun Persekutuan Duroa
Perantauan telah mempersiapkan warga, terutama Ohoiroa-Fauur Duroa dan
Ohoiratut untuk dengan cara damai, menyelesaikan masalah.
Dukungan telah datang dari Kontras, ketika PT. DM diduga telah melakukan
intimidasi seperti di Maluku Utara, dengan puncaknya menggunakan aparat
kepolisian dan TNI AD setempat untuk dengan target menguasai wilayat
Ulayat warga.
“Kami akan terus mengawasi pemanggilan Polisi kepada Warga Duroa sebagai
tindakan irasional Polres Tual, dan akan kembali melapor ke Propam
Mabes Polri, Kompolnas, Indonesian Police Watch, dan instansi terkait,
bila oknum-oknum instansi-instansi setempat telah merendahkan kemuliaan
tugasnya melayani masyarakat dengan menjadi “alat suruhan” PT. DM”,
demikian tokoh Duroa Perantauan di Jakarta (Sabtu, 22/11).
“Kami memerintahkan ‘pembangkan sipil’ terhadap aparat kepolisian
setempat yang sewenang-wenang berulang kali melakukan intimidasi dengan
mencari-cari kesalahan warga Duroa yang menolak PT. DM”, tuturnya
menanggapi pemanggilan Polres Tual terhadap Abdulrahman Rahawarin,
Fauzan Raharusun dan Ibrahim Nuhuyanan dalam tragedi yang masih terkait
intimidasi aparat dan pengusaha terhadap warga Duroa yang sudah
dilaporkan ke Komnas HAM, Propam Mabes Polri, Kontras dan instansi
terkait lainnya terkait Tragedi 10 November 2013.
Begitu berkuasanya Raja Mutiara Robertus Sukendi sehingga semua media
lokal kota Tual hingga provinsi Maluku, jarang hingga tidak memberitakan
raja bisnis laut hingga perhotelan dan swalayan GOTA (di Langgur,
Maluku Tenggara). Untunglah, bahwa jurnalisme warga Kompasiana terus
konsisten melaporkan arogansi penguasa setempat dan pengusaha mutiara
kelas dunia itu.
"Dia akan terusir dari Hak Ulayat Duroa, seperti terusir dari Morotai,
karena watak dan caranya buruk cenderung bar-bar", ujar warga Perantauan
Duroa di Jakarta, emosional. ***)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Milyuner Robert
Sukendi, pemilik PT. Morotai Marine Culture (MMC) yang pernah terusir
(th. 2013) di Morotai, Maluku Utara, kembali melakukan praktek bisnis
dengan cara intimidasi dan mencoba menyerobot hak ulayat warga Desa
Duroa, Tual, Maluku, lewat anak perusahaannya PT. Dafin Mutiara. Jika
tidak menggubris suara masyarakat, pengusaha mutiara dan budi daya ikan
itu akan bernasib sama dengan di Morotai akibat lemahnya pendekatan
kultur dan cenderung secara arogan ingin menguasai ulayat dengan cara
menghancurkan komunitas-komunitas tradisional yang ada.
Berbeda dengan Morotai di mana rakyat dan Pemda secara bersama menolak
kehadiran perusahaannya, di Tual, Maluku, sejumlah oknum Pegawai Negeri
Sipil (PNS) hingga politisi setempat, justeru sebaliknya bahu-bahu
mencoba mengakangi hak ulayat rakyat setempat.
“Sejumlah oknum PNS (pegawai negeri sipil) kota Tual, bahkan dianggap
telah turut merancang dan secara illegal menyerobot hak ulayat warga
yang mestinya mereka lindungi”, keluh tokoh adat di desa Duroa (Jumat,
21/11).
“PT. Dafin Mutiara ini, insya Allah, akan bernasib sama dengan
perusahaan yang sama di Maluku Utara”, lanjutnya. “Meski diduga
dibekengi oknum aparat pemda hingga aparat keamanan hingga tingkat Polda
Maluku, kami akan bekerjasama dengan keluarga Duroa Perantauan untuk
secepatnya mengusir perusahaan DM dari hak ulayat kami”, ujar warga desa
Duroa lainnya.
Seperti pernah dilansir (Kompasiana, 11/11/2013, Hari Pahlawan Ternoda
Aparat Aniaya Warga Duroa), bahwa PT. DM yang berkantor pusat di Dobo,
kepulauan Aru, Maluku, dan cabangnya hingga di Surabaya dan Jakarta,
melakukan kontrak sepihak dengan warga yang tidak memiliki kewenangan
ulayat secara sendiri (tidak secara kolektif), tgl. 14 April 2012,
sehingga kontrak dimaksud sejak awal batal demi hokum, karena mengandung
cacat formal maupun substansi. Maka, perjanjian tersebut pada dirinya
(an sich) batal demi hokum.
Sementara, pertemuan tanggal 23 Juni 2014 di desa Duroa atau Dullah Laut
mengeluarkan 8 butir pernyataan, antara lain isinya (butir ke-3),
“Menolak kehadiran PT DM dan memerintahkan PT. Dafin Mutiara untuk
meninggalkan pulau Bair dan Ohoimas Tanpa Syarat”. Pertemuan itu
dihadiri tujuh marga pemilik Ulayat, yakni Henan, Yamko, Rahaded,
Nuhuyanan, Raharusun, Rahawarin, Songyanan, serta marga-marga pendukung
karena perkawinan.
Modus Operandi: Pengusaha Tak Seindah Mutiaranya
Di Morotai, Kuasa hukum pemerintah Kabupaten Morotai melakukan segala
upaya untuk mengeluarkan Perusahaan milik Robertus Sukendi atau biasa
disapa Bos Gie. Pemkab Morotai melapor tanggal 6 April 2012 ke Polda
Maluku Utara, tentang perlawanan dan ancaman kekerasan yang diduga
dilakukan PT Morotai Marine Culture (MMC), karena sebelumnya Pemkab
Morotai melakukan penegakan hukum terhadap PT MMC.
Meski pada tanggal 9 Maret 2013 kuasa hokum pemerintah Kabupaten Morotai
melapor ke Polda Maluku Utara, namun dianggap “masuk angina” Kuasa
Hukum Pemda Morotai kemudian melapor ke Mabes Polri. Polda Maluku Utara
malah memproses laporan PT MMC yang melaporkan sejumlah pejabat Pemda
Morotai.
Penyelesaian warga desa Duroa meski butuh waktu, namun Persekutuan Duroa
Perantauan telah mempersiapkan warga, terutama Ohoiroa-Fauur Duroa dan
Ohoiratut untuk dengan cara damai, menyelesaikan masalah.
Dukungan telah datang dari Kontras, ketika PT. DM diduga telah melakukan
intimidasi seperti di Maluku Utara, dengan puncaknya menggunakan aparat
kepolisian dan TNI AD setempat untuk dengan target menguasai wilayat
Ulayat warga.
“Kami akan terus mengawasi pemanggilan Polisi kepada Warga Duroa sebagai
tindakan irasional Polres Tual, dan akan kembali melapor ke Propam
Mabes Polri, Kompolnas, Indonesian Police Watch, dan instansi terkait,
bila oknum-oknum instansi-instansi setempat telah merendahkan kemuliaan
tugasnya melayani masyarakat dengan menjadi “alat suruhan” PT. DM”,
demikian tokoh Duroa Perantauan di Jakarta (Sabtu, 22/11).
“Kami memerintahkan ‘pembangkan sipil’ terhadap aparat kepolisian
setempat yang sewenang-wenang berulang kali melakukan intimidasi dengan
mencari-cari kesalahan warga Duroa yang menolak PT. DM”, tuturnya
menanggapi pemanggilan Polres Tual terhadap Abdulrahman Rahawarin,
Fauzan Raharusun dan Ibrahim Nuhuyanan dalam tragedi yang masih terkait
intimidasi aparat dan pengusaha terhadap warga Duroa yang sudah
dilaporkan ke Komnas HAM, Propam Mabes Polri, Kontras dan instansi
terkait lainnya terkait Tragedi 10 November 2013.
Begitu berkuasanya Raja Mutiara Robertus Sukendi sehingga semua media
lokal kota Tual hingga provinsi Maluku, jarang hingga tidak memberitakan
raja bisnis laut hingga perhotelan dan swalayan GOTA (di Langgur,
Maluku Tenggara). Untunglah, bahwa jurnalisme warga Kompasiana terus
konsisten melaporkan arogansi penguasa setempat dan pengusaha mutiara
kelas dunia itu.
"Dia akan terusir dari Hak Ulayat Duroa, seperti terusir dari Morotai,
karena watak dan caranya buruk cenderung bar-bar", ujar warga Perantauan
Duroa di Jakarta, emosional. ***)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Milyuner Robert
Sukendi, pemilik PT. Morotai Marine Culture (MMC) yang pernah terusir
(th. 2013) di Morotai, Maluku Utara, kembali melakukan praktek bisnis
dengan cara intimidasi dan mencoba menyerobot hak ulayat warga Desa
Duroa, Tual, Maluku, lewat anak perusahaannya PT. Dafin Mutiara. Jika
tidak menggubris suara masyarakat, pengusaha mutiara dan budi daya ikan
itu akan bernasib sama dengan di Morotai akibat lemahnya pendekatan
kultur dan cenderung secara arogan ingin menguasai ulayat dengan cara
menghancurkan komunitas-komunitas tradisional yang ada.
Berbeda dengan Morotai di mana rakyat dan Pemda secara bersama menolak
kehadiran perusahaannya, di Tual, Maluku, sejumlah oknum Pegawai Negeri
Sipil (PNS) hingga politisi setempat, justeru sebaliknya bahu-bahu
mencoba mengakangi hak ulayat rakyat setempat.
“Sejumlah oknum PNS (pegawai negeri sipil) kota Tual, bahkan dianggap
telah turut merancang dan secara illegal menyerobot hak ulayat warga
yang mestinya mereka lindungi”, keluh tokoh adat di desa Duroa (Jumat,
21/11).
“PT. Dafin Mutiara ini, insya Allah, akan bernasib sama dengan
perusahaan yang sama di Maluku Utara”, lanjutnya. “Meski diduga
dibekengi oknum aparat pemda hingga aparat keamanan hingga tingkat Polda
Maluku, kami akan bekerjasama dengan keluarga Duroa Perantauan untuk
secepatnya mengusir perusahaan DM dari hak ulayat kami”, ujar warga desa
Duroa lainnya.
Seperti pernah dilansir (Kompasiana, 11/11/2013, Hari Pahlawan Ternoda
Aparat Aniaya Warga Duroa), bahwa PT. DM yang berkantor pusat di Dobo,
kepulauan Aru, Maluku, dan cabangnya hingga di Surabaya dan Jakarta,
melakukan kontrak sepihak dengan warga yang tidak memiliki kewenangan
ulayat secara sendiri (tidak secara kolektif), tgl. 14 April 2012,
sehingga kontrak dimaksud sejak awal batal demi hokum, karena mengandung
cacat formal maupun substansi. Maka, perjanjian tersebut pada dirinya
(an sich) batal demi hokum.
Sementara, pertemuan tanggal 23 Juni 2014 di desa Duroa atau Dullah Laut
mengeluarkan 8 butir pernyataan, antara lain isinya (butir ke-3),
“Menolak kehadiran PT DM dan memerintahkan PT. Dafin Mutiara untuk
meninggalkan pulau Bair dan Ohoimas Tanpa Syarat”. Pertemuan itu
dihadiri tujuh marga pemilik Ulayat, yakni Henan, Yamko, Rahaded,
Nuhuyanan, Raharusun, Rahawarin, Songyanan, serta marga-marga pendukung
karena perkawinan.
Modus Operandi: Pengusaha Tak Seindah Mutiaranya
Di Morotai, Kuasa hukum pemerintah Kabupaten Morotai melakukan segala
upaya untuk mengeluarkan Perusahaan milik Robertus Sukendi atau biasa
disapa Bos Gie. Pemkab Morotai melapor tanggal 6 April 2012 ke Polda
Maluku Utara, tentang perlawanan dan ancaman kekerasan yang diduga
dilakukan PT Morotai Marine Culture (MMC), karena sebelumnya Pemkab
Morotai melakukan penegakan hukum terhadap PT MMC.
Meski pada tanggal 9 Maret 2013 kuasa hokum pemerintah Kabupaten Morotai
melapor ke Polda Maluku Utara, namun dianggap “masuk angina” Kuasa
Hukum Pemda Morotai kemudian melapor ke Mabes Polri. Polda Maluku Utara
malah memproses laporan PT MMC yang melaporkan sejumlah pejabat Pemda
Morotai.
Penyelesaian warga desa Duroa meski butuh waktu, namun Persekutuan Duroa
Perantauan telah mempersiapkan warga, terutama Ohoiroa-Fauur Duroa dan
Ohoiratut untuk dengan cara damai, menyelesaikan masalah.
Dukungan telah datang dari Kontras, ketika PT. DM diduga telah melakukan
intimidasi seperti di Maluku Utara, dengan puncaknya menggunakan aparat
kepolisian dan TNI AD setempat untuk dengan target menguasai wilayat
Ulayat warga.
“Kami akan terus mengawasi pemanggilan Polisi kepada Warga Duroa sebagai
tindakan irasional Polres Tual, dan akan kembali melapor ke Propam
Mabes Polri, Kompolnas, Indonesian Police Watch, dan instansi terkait,
bila oknum-oknum instansi-instansi setempat telah merendahkan kemuliaan
tugasnya melayani masyarakat dengan menjadi “alat suruhan” PT. DM”,
demikian tokoh Duroa Perantauan di Jakarta (Sabtu, 22/11).
“Kami memerintahkan ‘pembangkan sipil’ terhadap aparat kepolisian
setempat yang sewenang-wenang berulang kali melakukan intimidasi dengan
mencari-cari kesalahan warga Duroa yang menolak PT. DM”, tuturnya
menanggapi pemanggilan Polres Tual terhadap Abdulrahman Rahawarin,
Fauzan Raharusun dan Ibrahim Nuhuyanan dalam tragedi yang masih terkait
intimidasi aparat dan pengusaha terhadap warga Duroa yang sudah
dilaporkan ke Komnas HAM, Propam Mabes Polri, Kontras dan instansi
terkait lainnya terkait Tragedi 10 November 2013.
Begitu berkuasanya Raja Mutiara Robertus Sukendi sehingga semua media
lokal kota Tual hingga provinsi Maluku, jarang hingga tidak memberitakan
raja bisnis laut hingga perhotelan dan swalayan GOTA (di Langgur,
Maluku Tenggara). Untunglah, bahwa jurnalisme warga Kompasiana terus
konsisten melaporkan arogansi penguasa setempat dan pengusaha mutiara
kelas dunia itu.
"Dia akan terusir dari Hak Ulayat Duroa, seperti terusir dari Morotai,
karena watak dan caranya buruk cenderung bar-bar", ujar warga Perantauan
Duroa di Jakarta, emosional. ***)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/berthybrahawarin/pasca-terusir-di-morotai-milyuner-mutiara-akan-terusir-di-tual_54f3ca4c745513972b6c7ffb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar